hmm

Intelijen Australia (DSD) melewati batas

Mantan Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirajuda, menyebut aksi spionase yang dilakukan oleh Badan Intelijen Australia (DSD) sudah massif dan melewati batas. Sebab, aksi penyadapan yang mereka lakukan ditujukan langsung kepada kepala Negara, sehingga hal itu sangat fatal.
Hal itu diungkap Hassan usai menjadi pembicara di sebuah diskusi mengenai proliferasi nuklir di CSIS (Center for Strategic and International Studies), Jakarta, Kamis 21 November 2013 seperti diberitakan VIVAnews.
“Kali ini apa yang dipraktikkan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, Australia, sangat masif dan kelewat batas, karena penyadapan juga dilakukan terhadap Presiden. Keberatan itu juga disampaikan oleh Kanselir Jerman, Angela Merkel,” ungkap Hassan.
Oleh sebab itu, dia menyebut langkah yang ditempuh Pemerintah RI untuk menangguhkan sementara kerjasama di bidang penyelundupan manusia dan penangkalan aksi terorisme dianggap sudah tepat. Ditanya media soal motif Australia melakukan penyadapan di bulan Agustus 2009 silam, Hassan mengaku tidak ingat.
Baginya saat itu tidak ada isu spesial yang menyebabkan Australia harus melakukan penyadapan terhadap Indonesia.
“Justru waktu itu menandatangani kesepakatan komprehensif pada tingkat yang tertinggi dan terdalam untuk memperluas aspek-aspek kerjasama bilateral. Selain itu jika diingat kembali waktu itu merupakan jelang penandatanganan Lombok Treaty,” papar Hassan. Dia pun tidak paham konteks penyadapan Australia ditujukan untuk apa.
Penarikan Dubes
Saat Hassan masih menjabat sebagai Menlu, hubungan Australia dan Indonesia pun sempat memanas. Saat itu, pada 2006 silam, Indonesia juga menarik Duta Besarnya, Hamzah Thayeb, gara-gara Pemerintah Australia memberikan visa kepada 42 warga Papua.
Namun, Hassan mengatakan ada perbedaan signifikan pada waktu penarikan Dubes di era kepemimpinannya. Isu penarikan saat ini dinilai Hassan sangat besar, lantaran menyangkut harkat bangsa dan menyasar langsung kepada pemimpin negara.
“Kalau dulu kan terkait dengan kedaulatan bangsa, khususnya tataran negara dari ancaman separatisme,” kata dia.
Namun, hal itu bisa terselesaikan ketika Australia bersedia menandatangani kesepakatan Lombok. Dalam kesepakatan itu dibahas beberapa poin antara lain menghormati batas wilayah Indonesia sebagai bentuk penghormatan Australia terhadap kedaulatan RI.
Usai menandatangani kesepakatan itu, ujar Hassan, ada komitmen dari Pemerintah Australia untuk tak lagi memberikan wilayahnya kepada kelompok gerakan separatis. Hassan yakin Indonesia dan Australia akan menemukan cara untuk menyelesaikan konflik diplomatik ini.
Kekisruhan isu diplomatik Australia dan Indonesia memasuki babak baru setelah pada Rabu kemarin. Presiden SBY membekukan sementara beberapa kerjasama dengan Negeri Kanguru. Orang nomor satu di tanah air itu lantas mengirim surat protes kepada Perdana Menteri Tony Abbott, yang berisi tuntutan pengakuan dan permintaan maaf dari Australia kepada Indonesia.
Sebelumnya pada Senin lalu, Presiden SBY juga sudah memanggil pulang Dubes Nadjib Riphat Kesoema dari Canberra ke Jakarta.
Akibat konflik yang belum berujung ini, Gedung Kedutaan Besar Australia menjadi sasaran demonstrasi beberapa kelompok pada Kamis pagi tadi. Mereka bahkan mencoret-coret dinding Gedung Kedutaan dan membakar bendera nasional Australia.

Sumber : Madani

Related

Zona Berita 8364825347539479534

Posting Komentar

- Dilarang Berkomentar SARA
- Dilarang Berkomentar KOTOR

emo-but-icon

deskripsi gambar

TERBARU

Populer

Kajian

GALERI VIDEO

deskripsi gambar

Lowongan Kerja

Rubrik Lainnya

loker (7) Kajian (6)
deskripsi gambar
item